Kamis, 02 Januari 2014

Memahami Makna Belajar untuk Meningkatkan Kualitas Belajar


‘Kami Datang untuk Belajar’, ungkapan yang tidak asing bagi siapa pun yang telah mengenyam pendidikan maupun mereka yang tak berkesempatan menikmati bangku sekolah. Belajar, itulah tujuan siswa pergi ke sekolah. Memperoleh pelajaran dan mengamalkannya dalam keseharian. Mendapatkan ilmu pengetahuan agar kelak menjadi insan yang berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Tentunya itulah harapan semua.
Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan belajar? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; berlatih; berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Adapun dalam Arsyad (2011: 3), Vernon S. Gerlach & Donal P. Ely dalam bukunya Teaching & Media – A Systematic Approach (1971) mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan perilaku, sedangkan perilaku itu adalah suatu tindakan yang dapat diamati atau hasil yang diakibatkan oleh tindakan atau beberapa tindakan yang dapat diamati. Sedangkan menurut Gagne dalam Whandi (2007), belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman.
Selanjutnya, Abdillah (2002) dalam Aunurrahman (2010: 35), menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.
Secara sederhana, belajar dapat dikatakan sebagai suatu proses perubahan perilaku akibat pengalaman. Menurut Darmawan dan Permasih (2009: 115) dari pengertian tersebut maka terdapat tiga unsur pokok dalam belajar, yaitu: (1) proses, (2) perubahan perilaku, dan (3) pengalaman.
Belajar adalah suatu proses. Aktivitas belajar melibatkan mental dan emosional sehingga belajar tak hanya merupakan proses berfikir tapi juga merupakan proses merasakan. Dengan begitu seseorang dikatakan belajar apabila pikiran dan perasaannya aktif. Aktivitas pikiran dan perasaan tidak dapat diamati orang lain, termasuk oleh guru. Aktivitas-aktivitas tersebut hanya dapat dirasakan oleh yang bersangkutan. Meski demikian, gejala dari aktivitas mental dan emosional dapat dilihat dari adanya aktivitas bertanya, menanggapi, menjawab pertanyaan guru, diskusi, dan sebagainya.
Dari sekian banyak manifestasi aktivitas mental dan emosional, diantaranya ada aktivitas bertanya dan menanggapi. Lalu, bagaimana jika dalam kegiatan belajar mengajar (KBM), siswa hanya duduk dan menyimak penjelasan guru? Apakah itu dapat dikategorikan belajar? Ya, hal demikian dapat dikategorikan sebagai belajar karena mental dan emosional siswa tetap fokus dengan apa yang disampaikan oleh guru. Lain lagi dengan siswa yang pikiran dan perasaannya melayang-layang di luar pelajaran. Hal tersebut tidak dapat disebut sebagai belajar, tetapi melamun.
Hal lain yang tak kalah penting yang harus diperhatikan adalah bahwa belajar tidak selalu harus ada guru (yang mengajar). Karena belajar merupakan pengalaman, maka belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mencoba sendiri, berdiskusi dengan teman, memecahkan suatu persoalan, dan sebagainya.
Unsur pokok yang ke-2 dari belajar adalah perubahan tingkah laku. Apabila ingin mengetahui hasil belajar, maka dapat dilihat dari perilaku individu yang belajar. Selain bertambahnya pengetahuan dan keterampilan, penguasaan nilai-nilai dan sikapnya bertambah pula. Namun perlu diketahui bahwa tidak semua perubahan tingkah laku disebabkan oleh kegiatan belajar. Penyebab lain diantaranya adalah faktor kematangan, kecelakan, dan kebetulan.
Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dikelompokkan menjadi tiga domain, yakni kognitif (berkaitan dengan kemampuan intelektual), apektif (berkaitan dengan perilaku daya rasa atau emosional), dan psikomotorik (berkaitan dengan keterampilan). Pada pembelajaran, perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar yang ingin dicapai dirumuskan dalam bentuk tujuan belajar atau rumusan kompetensi yang ingin dicapai dengan segala indikatornya.
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa belajar merupakan pengalaman, maka dengan kata lain individu mengalami interaksi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial. Pengalaman yang dialami siswa tidak hanya berupa pengalaman langsung bisa juga berupa pengalaman tidak langsung.
Belajar merupakan proses perubahan perilaku, maka keberhasilan dalam belajar dilihat dari perubahan perilaku yang terjadi pada individu yang belajar. Perilaku yang dimaksud adalah mencakup aspek kognitif, apektif, dan psikomotor. Namun, pada kenyataannya paradigma yang ada di masyarakat tidaklah sesuai dengan hakikat belajar itu sendiri. Masyarakat cenderung lebih mengedepankan aspek kognitif, sementara yang lainnya dikesampingkan.
Banyak orang tua yang bangga ketika anaknya masuk peringkat tiga besar, atau merasa bangga ketika anaknya mendapat nilai ujian yang sempurna dalam setiap mata pelajaran yang diujikan. Memang tidaklah salah berbangga atas prestasi yang diraih anak. Bahkan, memang seharusnya seperti itu. Yang disayangkan adalah masyarakat seakan lupa bahwa ada hal lain yang tidak kalah penting dalam pencapaian belajar. Yaitu sikap anak, baik apektif maupun psikomotoriknya.
Belajar bukan hanya mengubah seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, tapi juga mengubah seorang individu yang tadinya tidak baik menjadi baik. Maka dari itu keberhasilan belajar belum tercapai bila hanya deretan nilai sempurna saja yang diperoleh siswa sementara sikap dan kreativitasnya tidak berkembang. Aktivitas belajar hendaknya mampu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional yang dirumuskan dalam Undang-undang No, 20 Tahun 2003, Pasal 3. Dengan memahami hakikat belajar, maka kualitas belajar pun akan meningkat karena kegiatan belajar tidak hanya ditekankan pada produk saja tetapi juga memperhatikan proses yang berlangsung di dalamnya.



REFERENSI



Arsyad, A. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Kemdiknas. 2008. “Kamus Besar Bahasa Indonesia” [online]. Tersedia: http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/ [30 Desember 2013]
Tim Pengembang. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurtek FIP Universitas Pendidikan Indonesia.
Whandi. (2007). “Pengertian Belajar Menurut Ahli” [online]. Tersedia: http://www.whandi.net/2007/05/16/pengertian-belajar-menurut-ahli [20 Desember 2013]
http://file.upi.edu: PPT berjudul: KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar