‘Kami Datang
untuk Belajar’, ungkapan yang tidak asing bagi siapa pun yang telah mengenyam
pendidikan maupun mereka yang tak berkesempatan menikmati bangku sekolah.
Belajar, itulah tujuan siswa pergi ke sekolah. Memperoleh pelajaran dan
mengamalkannya dalam keseharian. Mendapatkan ilmu pengetahuan agar kelak
menjadi insan yang berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Tentunya itulah
harapan semua.
Sebenarnya, apa
yang dimaksud dengan belajar? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar
adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; berlatih; berubah tingkah laku
atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Adapun dalam Arsyad (2011: 3),
Vernon S. Gerlach & Donal P. Ely dalam bukunya Teaching & Media – A Systematic Approach (1971) mengemukakan
bahwa belajar adalah perubahan perilaku, sedangkan perilaku itu adalah suatu
tindakan yang dapat diamati atau hasil yang diakibatkan oleh tindakan atau
beberapa tindakan yang dapat diamati. Sedangkan menurut Gagne dalam Whandi
(2007), belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah
perilakunya akibat suatu pengalaman.
Selanjutnya,
Abdillah (2002) dalam Aunurrahman (2010: 35), menyimpulkan bahwa belajar adalah
suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku
baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku
sebagai akibat dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya
yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.
Secara
sederhana, belajar dapat dikatakan sebagai suatu proses perubahan perilaku
akibat pengalaman. Menurut Darmawan dan Permasih (2009: 115) dari pengertian
tersebut maka terdapat tiga unsur pokok dalam belajar, yaitu: (1) proses, (2)
perubahan perilaku, dan (3) pengalaman.
Belajar adalah
suatu proses. Aktivitas belajar melibatkan mental dan emosional sehingga
belajar tak hanya merupakan proses berfikir tapi juga merupakan proses merasakan.
Dengan begitu seseorang dikatakan belajar apabila pikiran dan perasaannya
aktif. Aktivitas pikiran dan perasaan tidak dapat diamati orang lain, termasuk
oleh guru. Aktivitas-aktivitas tersebut hanya dapat dirasakan oleh yang
bersangkutan. Meski demikian, gejala dari aktivitas mental dan emosional dapat
dilihat dari adanya aktivitas bertanya, menanggapi, menjawab pertanyaan guru,
diskusi, dan sebagainya.
Dari sekian
banyak manifestasi aktivitas mental dan emosional, diantaranya ada aktivitas
bertanya dan menanggapi. Lalu, bagaimana jika dalam kegiatan belajar mengajar
(KBM), siswa hanya duduk dan menyimak penjelasan guru? Apakah itu dapat
dikategorikan belajar? Ya, hal demikian dapat dikategorikan sebagai belajar
karena mental dan emosional siswa tetap fokus dengan apa yang disampaikan oleh
guru. Lain lagi dengan siswa yang pikiran dan perasaannya melayang-layang di
luar pelajaran. Hal tersebut tidak dapat disebut sebagai belajar, tetapi
melamun.
Hal lain yang
tak kalah penting yang harus diperhatikan adalah bahwa belajar tidak selalu
harus ada guru (yang mengajar). Karena belajar merupakan pengalaman, maka
belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mencoba sendiri,
berdiskusi dengan teman, memecahkan suatu persoalan, dan sebagainya.
Unsur pokok
yang ke-2 dari belajar adalah perubahan tingkah laku. Apabila ingin mengetahui
hasil belajar, maka dapat dilihat dari perilaku individu yang belajar. Selain
bertambahnya pengetahuan dan keterampilan, penguasaan nilai-nilai dan sikapnya
bertambah pula. Namun perlu diketahui bahwa tidak semua perubahan tingkah laku disebabkan
oleh kegiatan belajar. Penyebab lain diantaranya adalah faktor kematangan,
kecelakan, dan kebetulan.
Perubahan
tingkah laku sebagai hasil belajar dikelompokkan menjadi tiga domain, yakni
kognitif (berkaitan dengan kemampuan intelektual), apektif (berkaitan dengan
perilaku daya rasa atau emosional), dan psikomotorik (berkaitan dengan
keterampilan). Pada pembelajaran, perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar
yang ingin dicapai dirumuskan dalam bentuk tujuan belajar atau rumusan
kompetensi yang ingin dicapai dengan segala indikatornya.
Sebagaimana
yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa belajar merupakan pengalaman, maka
dengan kata lain individu mengalami interaksi dengan lingkungannya, baik
lingkungan fisik maupun sosial. Pengalaman yang dialami siswa tidak hanya
berupa pengalaman langsung bisa juga berupa pengalaman tidak langsung.
Belajar
merupakan proses perubahan perilaku, maka keberhasilan dalam belajar dilihat
dari perubahan perilaku yang terjadi pada individu yang belajar. Perilaku yang
dimaksud adalah mencakup aspek kognitif, apektif, dan psikomotor. Namun, pada
kenyataannya paradigma yang ada di masyarakat tidaklah sesuai dengan hakikat
belajar itu sendiri. Masyarakat cenderung lebih mengedepankan aspek kognitif,
sementara yang lainnya dikesampingkan.
Banyak orang tua
yang bangga ketika anaknya masuk peringkat tiga besar, atau merasa bangga
ketika anaknya mendapat nilai ujian yang sempurna dalam setiap mata pelajaran
yang diujikan. Memang tidaklah salah berbangga atas prestasi yang diraih anak. Bahkan,
memang seharusnya seperti itu. Yang disayangkan adalah masyarakat seakan lupa
bahwa ada hal lain yang tidak kalah penting dalam pencapaian belajar. Yaitu sikap
anak, baik apektif maupun psikomotoriknya.
Belajar bukan
hanya mengubah seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, tapi juga
mengubah seorang individu yang tadinya tidak baik menjadi baik. Maka dari itu
keberhasilan belajar belum tercapai bila hanya deretan nilai sempurna saja yang
diperoleh siswa sementara sikap dan kreativitasnya tidak berkembang. Aktivitas
belajar hendaknya mampu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkahlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab, sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional yang dirumuskan
dalam Undang-undang No, 20 Tahun 2003, Pasal 3. Dengan memahami hakikat
belajar, maka kualitas belajar pun akan meningkat karena kegiatan belajar tidak
hanya ditekankan pada produk saja tetapi juga memperhatikan proses yang
berlangsung di dalamnya.
REFERENSI
Arsyad, A. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Kemdiknas. 2008. “Kamus Besar
Bahasa Indonesia” [online]. Tersedia: http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/
[30 Desember 2013]
Tim Pengembang. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung:
Jurusan Kurtek FIP Universitas Pendidikan Indonesia.
Whandi. (2007). “Pengertian
Belajar Menurut Ahli” [online]. Tersedia:
http://www.whandi.net/2007/05/16/pengertian-belajar-menurut-ahli
[20 Desember 2013]
http://file.upi.edu: PPT berjudul:
KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar