Jumat, 13 Februari 2015

Dering Teleponku Membuatku Tersenyum di Pagi Hari



Pagi itu aku bangun agak kesiangan -seperti pagi-pagi sebelumnya. Ku dengar ponselku berdering. Satu pesan masuk. Tak ada nama pengirim yang tertera disana namun aku kenal dengan nomornya. Itu kamu. Ucapan salam yang aku pikir terlalu pagi untuk diucapkan oleh kamu yang tak biasa menyapaku di pagi hari.

Ku lihat jam di sudut layar ponselku, aku harus bergegas. Subuh sebentar lagi meninggalkanku. Aku pun pergi mandi. Tak ku hiraukan pesanmu itu. Aku berencana membalasnya nanti saja, siang -atau bahkan sore hari. Sudah menjadi kebiasaanku membuatmu menunggu. Dan tentu saja, menunggu sudah kamu jadikan hobi sejak lama.


***


Sabtu pagi aku tak boleh bermalas-malasan. Kuliahku memang libur tapi aku punya agenda lain yang lebih menyenangkan. Bertemu dengan adik-adik mentoring. Berbagi ilmu dengan mereka. Berbagi ... rasanya menyenangkan. Ya, menyenangkan jika kita keberadaan kita dapat membawa kebermanfaatan bagi yang lain. Seperti sabda Rasul, "Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain."


Di tengah-tengah kebersamaan dengan adik-adikku yang luar biasa bersemangat dalam menuntut ilmu -sehingga semangat itu pun menular padaku, ponselku kembali berdering. Satu pesan diterima. Tak ada nama pengirim yang tertera disana namun aku kenal dengan nomornya. Itu kamu.


Bukan ucapan salam yang aku terima. Sebuah pesan singkat yang sebenarnya tidak cukup singkat untuk disebut sebagai pesan singkat. Pesanmu agak panjang. Aku pun sedikit sulit mencerna isinya. Ah, bukan karena banyaknya kata-kata yang ada dalam pesan itu, namun makna dari kata-kata yang tertera dalam pesan tersebut.


"Bismillahir ramaanir rahiim," dengan bacaan basmallah kamu mengawali 'percakapan'. Dalam pesan itu kamu sampaikan niat baikmu. Katamu kamu telah  meminta restu pada kedua orang tuaku, dan kini kau hanya perlu menunggu -ah, lagi-lagi menunggu- jawaban dariku. "Aku ingin menjadi imammu. Insya Allah, menjadi imam yang patuh pada aturan agama. Insya Allah dunia dan akhirat. Aku tidak sedang merayu apalagi menggombal. Sudah menjadi kewajiban seorang imam bertanggung jawab atas makmumnya, dunia dan akhirat," begitu katamu. Lalu kau bertanya apakah aku mau menjadi makmummu. Apakah aku bersedia jika kamu menjadi imamku?.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar