11 September 2015
Ketika aku menulis tentang ini, maka aku sedang berada pada
salah satu malam di September 2015.
Sungguh waktu ini terasa begitu cepat berlalu. September
tiga tahun yang lalu aku masih berstatus mahasiswa baru. Tapi sekarang, label
itu telah hilang. Lebih tepatnya berganti. Memang hidup ini adalah tentang
pergantian. Lain waktu kita masih bocah ingusan, kini kita telah menjelma
sebagai manusia yang mau tidak mau harus siap dengan segala tantangan
kehidupan.
Tapi untuk malam ini bukan itu yang hendak aku sampaikan. Aku
ingin mengajakmu kembali mengenang.
September tiga tahun yang lalu aku adalah salah seorang dari
ratusan mahasiswa baru Pendidikan Matematika. Baru. Mahasiswa baru.
Sudah merupakan suatu kewajiban bagi mahasiswa baru di
jurusan kami untuk membuat sebuah buku yang di dalamnya berisi profil kita.
Buku tersebut kami namai “Buku Ta’aruf Himatika ‘Identika’ UPI 2012”. Cukup
unik bukan namanya? Seperti yang sudah aku katakana tadi, saat itu kami masih
mahasiswa baru. Oleh karena itu, sebagai salah satu sarana untuk berkenalan
satu sama lain, baik itu sesama mahasiswa baru maupun dengan senior-senior kami
yang biasa kami sapa dengan sebutan Akang atau Teteh.
Buku Ta’aruf tersebut bersampul biru dan jingga. Entah
kenapa harus berwarna seperti itu aku lupa alasannya. Pokoknya biru dan jingga.
Yang perlu diingat, harus sama. Birunya sama, jingganya sama. Satu angkatan,
105 orang harus membuat buku dengan warna sampul yang sama. Jika satu saja ada
buku dengan warna yang lebih muda atau pun lebih tua, maka kau pun tahu
bagaimana jadinya. Karena kami mahasiswa baru. Tak hanya sampulnya saja yang
harus seragam. Isinya pun begitu. Benar-benar harus kompak. Padahal, menurutku
kekompakkan itu tidak harus sama. Itu menurutku. Terserah apa katamu, aku tidak
peduli.
Halaman pertama buku tersebut adalah biodata si pemilik
buku. Tentu saja untuk bukuku, aku isi dengan data diriku. Sesuai dengan format
yang telah ditentukan oleh Akang-Teteh. Biodata itu berisi nama lengkap, nama
panggilan, nomor induk mahasiswa, temat/ tanggal lahir, alamat asal, alamat
Bandung, sekolah asal, hobi, no. kontak, alamat e-mail, alamat facebook,
cita-cita, motto hidup, dan potensi yang dimiliki. Tak hanya itu, bagian ini
dilengkapi pula dengan pas foto berukuran 3 x 4 cm.
Halaman kedua adalah mengenai target 5 tahun ke depan. Nah,
inilah inti dari ceritaku malam ini. Di sana ku tulis 11 point mengenai
targetku untuk 5 tahun ke depan. Point terakhir inilah yang ingin aku bagikan
kepadamu, point 11. Tahukah kamu apa itu? Tentu kamu tidak tahu karena belum
pernah aku ceritakan sebelumnya ataupun kau membacanya. Aku tulis dengan tinta
hitam: “Semoga ‘kita’ berjodoh”.
Ah, menurutku itu cukup manis. Sederhana dan jujur. Mungkin
kamu bertanya-tanya siapa yang dimaksud dengan ‘kita’? Apakah aku denganmu? Seperti
harapanmu. Atau aku dengan siapa?
Saat itu aku memberanikan diri untuk menulis tetap point
kesebelas tersebut, setelah sebelumnya aku sempat ragu. Ragu karena aku sendiri
belum tahu siapa yang kumaksud dengan kita. Makanya, aku tulis kata tersebut
dengan didampingi tanda kutip. Tapi, kalau boleh aku jujur, saat itu, saat aku
menulisnya, aku sempat memejamkan mataku untuk beberapa saat. Sambil berdoa,
diam-diam ku hadirkan wajahnya. Diam-diam, aku berharap bahwa dia yang akan
menemaniku menjadi ‘kita’. Aku memohon agar apa yang aku inginkan bukan hanya
aku yang menginginkannya.
Tapi, tahukah kamu ketika mataku kembali terbuka nama siapa
yang seketika terbersit dalam ingatanku? Namamu.
Aku tak mengerti rencana Tuhan. Ini lebih sulit dari satu
tambah satu sama dengan dua. Tapi, sampai saat ini, ketika aku mengingat
namamu, ketika itu pula semangat dan keyakinan membersamaiku. Aku tak pandai
merangkai kata untuk bercerita. Aku kesulitan untuk menemukan kata-kata yang
pas untuk membagikan kisah ini padamu. Tapi aku yakin, tanpa kata, rasa itu
tetap sama.
Tidak terasa kini sudah September lagi. Telah melingkar
sebuah cincin di jari manis tangan kiriku.
-ANa-